Selama ini orientasi kecerdasan hanya mengacu kepada intelektual. Namun,
menurut pendiri Universitas Budi Luhur (UBL) Djaetun, terdapat dua
kecerdasan lain yang berada di atas kecerdasan intelektual.
"Orang cerdas tanpa budi yang luhur akan selalu memeras orang lain. Sementara orang yang berbudi luhur tanpa kecerdasan akan mudah dibodohi. Ada tiga kecerdasan yang harus dimiliki tiap orang, yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual," ujar Djaetun yang didapuk sebagai keynote speaker dalam Konferensi Nasional ke-2 Mahasiswa Hubungan Internasional (HI) se-Indonesia di Universitas Budi Luhur (UBL) Ciledug, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2012).
Djaetun menyebut, ketiga kecerdasan tersebut berasal dari sumber berbeda. Kecerdasan intelektual, katanya, bersumber dari raga. "Kecerdasan emosional berasal dari sukma dan berfokus pada kebaikan. Namun, sesuatu yang baik belum tentu benar. Maka sukma harus dieksplorasi lagi untuk menghasilkan kecerdasan spritual," paparnya.
Menurut Djaetun, untuk menjadi manusia yang cerdas dan berbudi luhur, ketiga kecerdasan tersebut harus tersinergi. Sebaiknya, cipta, karya, dan karsa harus utuh sehingga tercipta manusia cerdas berbudi luhur. “Jangan anjuran, tapi mulai dari diri sendiri. Ketiga modal tadi, jika mampu disinergikan maka tidak akan kaget menghadapi ramalan para peramal ulung seperti Jayabaya," tukas Djaetun.
Djaetun mengimbau agar masyarakat mengubah pola pikir mereka yang selalu mengacu pada kecerdasan intelektual dalam membentuk pribadi di masa depan. Jangan mengagung-agungkan kecerdasan intelektual karena masih ada kecerdasan yang lebih di atasnya, yakni kecerdasan spiritual," imbuhnya.
Terakhir, Djaetun memberikan tiga pesan utama bagi para peserta konferensi. "Jadilah orang baik karena orang baik akan dibedakan Tuhan. Kedua, gunakan dan sinergikan tiga kecerdasan tersebut untuk membentuk pribadi cerdas berbudi luhur," ungkap Djaetun.
Ketiga, lanjutnya, dalam mengatasi konflik keagamaan setiap orang hendaknya menghormati opini agama yang berbeda sebagai satu jalan lurus yang berkesinambungan untuk menuju kembali kepada Ilahi. "Berimananlah seperti Muhammad. Bekerjalah seperti Yesus yang berjalan di atas air, maka kita juga harus tetap berjalan di atas gelombang kehidupan. Serta carilah Tuhanmu seperti Siddharta, yakni meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencapai nirwana," tandasnya
"Orang cerdas tanpa budi yang luhur akan selalu memeras orang lain. Sementara orang yang berbudi luhur tanpa kecerdasan akan mudah dibodohi. Ada tiga kecerdasan yang harus dimiliki tiap orang, yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual," ujar Djaetun yang didapuk sebagai keynote speaker dalam Konferensi Nasional ke-2 Mahasiswa Hubungan Internasional (HI) se-Indonesia di Universitas Budi Luhur (UBL) Ciledug, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2012).
Djaetun menyebut, ketiga kecerdasan tersebut berasal dari sumber berbeda. Kecerdasan intelektual, katanya, bersumber dari raga. "Kecerdasan emosional berasal dari sukma dan berfokus pada kebaikan. Namun, sesuatu yang baik belum tentu benar. Maka sukma harus dieksplorasi lagi untuk menghasilkan kecerdasan spritual," paparnya.
Menurut Djaetun, untuk menjadi manusia yang cerdas dan berbudi luhur, ketiga kecerdasan tersebut harus tersinergi. Sebaiknya, cipta, karya, dan karsa harus utuh sehingga tercipta manusia cerdas berbudi luhur. “Jangan anjuran, tapi mulai dari diri sendiri. Ketiga modal tadi, jika mampu disinergikan maka tidak akan kaget menghadapi ramalan para peramal ulung seperti Jayabaya," tukas Djaetun.
Djaetun mengimbau agar masyarakat mengubah pola pikir mereka yang selalu mengacu pada kecerdasan intelektual dalam membentuk pribadi di masa depan. Jangan mengagung-agungkan kecerdasan intelektual karena masih ada kecerdasan yang lebih di atasnya, yakni kecerdasan spiritual," imbuhnya.
Terakhir, Djaetun memberikan tiga pesan utama bagi para peserta konferensi. "Jadilah orang baik karena orang baik akan dibedakan Tuhan. Kedua, gunakan dan sinergikan tiga kecerdasan tersebut untuk membentuk pribadi cerdas berbudi luhur," ungkap Djaetun.
Ketiga, lanjutnya, dalam mengatasi konflik keagamaan setiap orang hendaknya menghormati opini agama yang berbeda sebagai satu jalan lurus yang berkesinambungan untuk menuju kembali kepada Ilahi. "Berimananlah seperti Muhammad. Bekerjalah seperti Yesus yang berjalan di atas air, maka kita juga harus tetap berjalan di atas gelombang kehidupan. Serta carilah Tuhanmu seperti Siddharta, yakni meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencapai nirwana," tandasnya
sumber:okezone.com
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar !!