~ Parah gajah berkelahi, pelanduk mati terinjak” sebuah kalimat yang disadur dari sebuah kumpulan cerpen memoar karangan Dr. Asahan Alham Aidit, seorang sastrawan terkenal Indonesia dan merupakan adik dari Ketua PKI, D.N.Aidit ini barangkali merupakan suatu gamabaran yang tepat mengenai sebuah konflik politis-ideologis-militeris yang sedang dialami oleh Uni Soviet dengan Republik Rakyat China. Konflik ini sempat pecah menjadi
serangkaian baku tembak yang terjadi di daerah sungai Amur, sungai Ussuri dan di sekitar pulau Demansky pada tanggal.
Dan dampaknya sesuai dengan pepatah diatas, konflik ini berakibat pada terjadinya perpecahan dalam tubuh partai komunis di berbagai negara bahkan eskalasinya meningkat hingga skala perang sipil dan puncaknya adalah perang antar negara terutama negara-negara dunia ketiga yang digambar sebagai “pelanduk yang mati terinjak”
Konflik ini pada akhirnya semakin surut bersamaan dengan menurunnya kekuatan Uni Soviet sebagai negara adidaya dunia. Bahkan pada akhirnya, Republik Federal Rusia beserta negara-negara yang tergabung dalam Commonwealth Independent States (CIS) juga terlibat hubungan secara bilateral dengan China dalam segala bidang terutama bidang militer, energi dan sumber daya serta bidang moneter.
Bahkan pasca perang dunia II ketika China saat itu terlibat perang saudara, Kaum komunis menjalaing hubungan yang cukup baik dengan Moskow hingga kaum Komunis sukses merebut Beijing dan memebentuk pemerintahan baru Komunis pada tanggal 1 Oktober 1949. Bahkan ketika perang Korea pecah, Uni Soviet bersama dengan RRC mendukung pemerintahan baru Korea Utara dimana Uni Soviet mengirim teknisi sekaligus penasihat militer sedangkan RRC menghimpun “pasukan sukarelawan” yang berjumlah 1.000.000 prajurit. Bagaimanakah latar belakang perseteruan pasukan.
Konflik ini dilatarbelakangi oleh meninggalnya Josif Vissarinovich Dzhugashvili atau lebih dikenal sebagai Josif Stalin pada 5 Maret 1953. Stalin kemudian digantikan Nikita Khruschov pada tahun 1956. Salah satu kebijakan Khrushchov yang terkenal yaitu”Destalinisasi”. Yaitu usaha untuk mengikis pengaruh-pengaruh yang ditinggalkan oleh Josif Stalin kepada Uni Soviet. Menyingkirkan pejabat yang Stalinis, Merehabilitasi korban-korban kekejaman Stalin, bahkan ia mengecam Stalin sebagai seorang tiran yang kejam dalam pidato rahasianya.
Kebijakan destalinisasi ini diawasi oleh pihak China dengan penuh curiga karena Mao Zedong saat itu juga menggunakan pemikiran Stalinisme sebagai bagian dari garis politiknya, walaupun Uni Soviet pada awalnya banyak membantu China mulai dari masa awal RRC berdiri dimana Stalin masih hidup dan ketika China mengalami proses industrialisasi besar-besaran yang merupakan inspirasi dari Stalin yaitu”Lompatan Besar ke Depan” yang terjadi pada tahun 1956.
Namun pada tahun 1959 Khruschov membangun hubungan yang cukup baik dengan Amerika Serikat bahkan Khrushchov pun setuju ketika diminta untuk ikut serta dalam meredakan ketegangan perang dingin dan senjata nuklir. Bahkan untuk pertama kalinya, Khrushchov menginjakkan kakinya di Amerika Serikat sebagai bentuk dari membaiknya hubungan Amerika-Soviet.
Mao Zedong menganggap tindakan Khrushchov ini sebagai suatu pengkhianatan terhadap komunis bahkan Khrushchov pun dianggap sebagai seorang Revisionis modern yang cenderung dekat dengan kapitalisme dan imperialisme. Bahkan Uni Soviet sendiri dianggap sebagai negara Imperialis-Sosialis. Pemerintah Soviet menanggapi hal ini dengan membangun hubungan dengan berbagai negara komunis serta negara-negara dunia ketiga dengan tujuan untuk mendiskreditkan China.
Mao Zedong mulai menggunakan isu wilayah dan isu historis sebagai pembenaran atas konfrontasi yang mereka ia lakukan kepada pemerintah Uni Soviet. Isu yang digunakan adalah terkait dengan beberapa wilayah yang diambil alih oleh Tentara Imperial Russia saat invasinya ke Manchuria ketika pemberontakan Boxer berlangsung(1899-1900).
Perseteruan yang terjadi mengalami peningkatan eskalasi pada tahun 1969. Dimana baku tembak mulai berkobar di berbagai daerah perbatasan yang dikenal sebagai “Sino-Soviet border conflict” yang terjadi mulai dari daerah perbatasan di Manchuria hingga di daerah sungai Amur dan sungai Ussuri yang terdapat di daerah asia tengah.
Ketegangan Soviet-China ini menimbulkan banyak perhatian terutama dari Amerika Serikat. Amerika, menanggapi serius hal ini karena meskipun sama-sama komunis dan juga memusuhi Amerika namun konflik terhadap kedua negara ini juga dikhawatirkan memiliki dampak besar dan berbahaya apalagi kedua negara tersebut mempunyai kekuatan militer yang besar serta senjata nuklir yang sangat berbahaya.
Namun bagaimanakah sikap Amerika dalam menghadapi konflik antar dua negara yang mengalami kesamaan ideologi ini? Semenjak konflik antar dua negara bermuara pada baku tembak skala kecil di berbagai daerah perbatasan, Amerika merasa takut akan konflik yang semakin lama semakin besar lantaran adanya usaha dari Uni Soviet dan China untuk menggunakan senjata nuklir.
Disamping itu memang ada keinginan tersembunyi dari Amerika untuk membuka hubungan dengan pemerintah China sejak hubungan Soviet-Amerika semakin memburuk pada akhir dekade 60-an. Hal ini terlihat dari berbagai dokumen CIA yang statusnya sudah declassified. Dimana terdapat kerjasama secara rahasia antara PM Zhou Enlai dengan pihak Pemerintah Amerika yang diwakilkan oleh CIA.
Konflik Soviet-China pada kesimpulannya adalah sebuah konflik yang terjadi karena banyaknya perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam gerakan komunis di abtara kedua negara tersebut. Dalam kasus imperialisme, Uni Soviet merasa bahwa dirinya tidak begitu terancam oleh imperialisme yang digerakkan oleh barat. Bahkan di era rezim Khruschov, Soviet mempunyai ketertarikan terhadap perdagangan dengan barat.
Sedangkan China lebih merasa terancam dengan adanya imperialisme dan kolonialisme baru terlebih setelah sikap Khruschov yang semakin dekat dengan barat sehingga China menuduh Khruschev sebagai seorang revisionis yang cenderung mau menjadi kaki tangan imperialisme barat. Selain itu gerakan komunisme Soviet lebih berpusat pada gerakan buruh yang berada di kota-kota besar sedangkan China berpusat pada gerakan petani yang berada di desa-desa.
Efek dari perbedaan tersebut mulai terlihat ketika proses industrialisasi semakin marak. Uni Soviet yang memiliki kemampuan industri yang pesat karena didukung oleh buruh-buruh pabrik yang lebih berpengalaman. Sedangkan China yang ketika itu masih sangat agraris agak mengalami kesulitan bahkan ketika Mao melancarkan sebuah gerakan pintas industrialisasi yang berjudul”Lompatan Besar ke Depan” pada tahun 1956 telah mengorbankan banyak hal terutama kemampuan pertanian masyarakat China.
Hal ini berdampak pada hancurnya sektor pertanian serta gagalnya usaha industrialisasi. Hal ini terjadi karena banyak sekali kerugian-kerugian fatal terjadi hanya karena untuk memproduksi satu bahan industri saja yaitu Besi. Kemudian Uni Soviet merupakan negara pertama kali yang berhasil memformulasikan suatu perjuangan revolusioner serta ideologi komunis dalam sistem pemerintahnya.
Sedangkan China merupakan hasil dari keberhasilan gerakan komunis di Rusia namun pada akhirnya ia dikhianati oleh induknya sendiri. Efek dari perang Soviet-China ternyata terasa hingga keseluruh dunia bahkan banyak kasus-kasus perpecahan dalam tubuh partai komunis dalam satu negara hingga konflik berskala internasional dihubungkan dengan permasalahan ini. Contoh nyata dari konflik pengaruh antara dua raksasa Komunis ini terasa di Afrika dan Asia.
Albania, yang merupakan negara komunis anggota Pakta Warsawa akhirnya melepaskan keanggotaannya pada tahun 1968 setelah terjadi pertemuan bilateral antara Enver Hoxha dengan Mao Zedong.
Perang Vietnam –Kamboja(1976-1985) juga dianggap sebagai bagian dari pertarungan jarak jauh dimana China mensuport Khmer Merah sedangkan Uni Soviet mensupport negara Republik Sosialis Vietnam. Bahkan dampak dari serangan ini adalah Invasi China ke Vietnam pada tahun 1979.
M
serangkaian baku tembak yang terjadi di daerah sungai Amur, sungai Ussuri dan di sekitar pulau Demansky pada tanggal.
Dan dampaknya sesuai dengan pepatah diatas, konflik ini berakibat pada terjadinya perpecahan dalam tubuh partai komunis di berbagai negara bahkan eskalasinya meningkat hingga skala perang sipil dan puncaknya adalah perang antar negara terutama negara-negara dunia ketiga yang digambar sebagai “pelanduk yang mati terinjak”
Konflik ini pada akhirnya semakin surut bersamaan dengan menurunnya kekuatan Uni Soviet sebagai negara adidaya dunia. Bahkan pada akhirnya, Republik Federal Rusia beserta negara-negara yang tergabung dalam Commonwealth Independent States (CIS) juga terlibat hubungan secara bilateral dengan China dalam segala bidang terutama bidang militer, energi dan sumber daya serta bidang moneter.
Bahkan pasca perang dunia II ketika China saat itu terlibat perang saudara, Kaum komunis menjalaing hubungan yang cukup baik dengan Moskow hingga kaum Komunis sukses merebut Beijing dan memebentuk pemerintahan baru Komunis pada tanggal 1 Oktober 1949. Bahkan ketika perang Korea pecah, Uni Soviet bersama dengan RRC mendukung pemerintahan baru Korea Utara dimana Uni Soviet mengirim teknisi sekaligus penasihat militer sedangkan RRC menghimpun “pasukan sukarelawan” yang berjumlah 1.000.000 prajurit. Bagaimanakah latar belakang perseteruan pasukan.
Konflik ini dilatarbelakangi oleh meninggalnya Josif Vissarinovich Dzhugashvili atau lebih dikenal sebagai Josif Stalin pada 5 Maret 1953. Stalin kemudian digantikan Nikita Khruschov pada tahun 1956. Salah satu kebijakan Khrushchov yang terkenal yaitu”Destalinisasi”. Yaitu usaha untuk mengikis pengaruh-pengaruh yang ditinggalkan oleh Josif Stalin kepada Uni Soviet. Menyingkirkan pejabat yang Stalinis, Merehabilitasi korban-korban kekejaman Stalin, bahkan ia mengecam Stalin sebagai seorang tiran yang kejam dalam pidato rahasianya.
Kebijakan destalinisasi ini diawasi oleh pihak China dengan penuh curiga karena Mao Zedong saat itu juga menggunakan pemikiran Stalinisme sebagai bagian dari garis politiknya, walaupun Uni Soviet pada awalnya banyak membantu China mulai dari masa awal RRC berdiri dimana Stalin masih hidup dan ketika China mengalami proses industrialisasi besar-besaran yang merupakan inspirasi dari Stalin yaitu”Lompatan Besar ke Depan” yang terjadi pada tahun 1956.
Namun pada tahun 1959 Khruschov membangun hubungan yang cukup baik dengan Amerika Serikat bahkan Khrushchov pun setuju ketika diminta untuk ikut serta dalam meredakan ketegangan perang dingin dan senjata nuklir. Bahkan untuk pertama kalinya, Khrushchov menginjakkan kakinya di Amerika Serikat sebagai bentuk dari membaiknya hubungan Amerika-Soviet.
Mao Zedong menganggap tindakan Khrushchov ini sebagai suatu pengkhianatan terhadap komunis bahkan Khrushchov pun dianggap sebagai seorang Revisionis modern yang cenderung dekat dengan kapitalisme dan imperialisme. Bahkan Uni Soviet sendiri dianggap sebagai negara Imperialis-Sosialis. Pemerintah Soviet menanggapi hal ini dengan membangun hubungan dengan berbagai negara komunis serta negara-negara dunia ketiga dengan tujuan untuk mendiskreditkan China.
Mao Zedong mulai menggunakan isu wilayah dan isu historis sebagai pembenaran atas konfrontasi yang mereka ia lakukan kepada pemerintah Uni Soviet. Isu yang digunakan adalah terkait dengan beberapa wilayah yang diambil alih oleh Tentara Imperial Russia saat invasinya ke Manchuria ketika pemberontakan Boxer berlangsung(1899-1900).
Perseteruan yang terjadi mengalami peningkatan eskalasi pada tahun 1969. Dimana baku tembak mulai berkobar di berbagai daerah perbatasan yang dikenal sebagai “Sino-Soviet border conflict” yang terjadi mulai dari daerah perbatasan di Manchuria hingga di daerah sungai Amur dan sungai Ussuri yang terdapat di daerah asia tengah.
Ketegangan Soviet-China ini menimbulkan banyak perhatian terutama dari Amerika Serikat. Amerika, menanggapi serius hal ini karena meskipun sama-sama komunis dan juga memusuhi Amerika namun konflik terhadap kedua negara ini juga dikhawatirkan memiliki dampak besar dan berbahaya apalagi kedua negara tersebut mempunyai kekuatan militer yang besar serta senjata nuklir yang sangat berbahaya.
Namun bagaimanakah sikap Amerika dalam menghadapi konflik antar dua negara yang mengalami kesamaan ideologi ini? Semenjak konflik antar dua negara bermuara pada baku tembak skala kecil di berbagai daerah perbatasan, Amerika merasa takut akan konflik yang semakin lama semakin besar lantaran adanya usaha dari Uni Soviet dan China untuk menggunakan senjata nuklir.
Disamping itu memang ada keinginan tersembunyi dari Amerika untuk membuka hubungan dengan pemerintah China sejak hubungan Soviet-Amerika semakin memburuk pada akhir dekade 60-an. Hal ini terlihat dari berbagai dokumen CIA yang statusnya sudah declassified. Dimana terdapat kerjasama secara rahasia antara PM Zhou Enlai dengan pihak Pemerintah Amerika yang diwakilkan oleh CIA.
Konflik Soviet-China pada kesimpulannya adalah sebuah konflik yang terjadi karena banyaknya perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam gerakan komunis di abtara kedua negara tersebut. Dalam kasus imperialisme, Uni Soviet merasa bahwa dirinya tidak begitu terancam oleh imperialisme yang digerakkan oleh barat. Bahkan di era rezim Khruschov, Soviet mempunyai ketertarikan terhadap perdagangan dengan barat.
Sedangkan China lebih merasa terancam dengan adanya imperialisme dan kolonialisme baru terlebih setelah sikap Khruschov yang semakin dekat dengan barat sehingga China menuduh Khruschev sebagai seorang revisionis yang cenderung mau menjadi kaki tangan imperialisme barat. Selain itu gerakan komunisme Soviet lebih berpusat pada gerakan buruh yang berada di kota-kota besar sedangkan China berpusat pada gerakan petani yang berada di desa-desa.
Efek dari perbedaan tersebut mulai terlihat ketika proses industrialisasi semakin marak. Uni Soviet yang memiliki kemampuan industri yang pesat karena didukung oleh buruh-buruh pabrik yang lebih berpengalaman. Sedangkan China yang ketika itu masih sangat agraris agak mengalami kesulitan bahkan ketika Mao melancarkan sebuah gerakan pintas industrialisasi yang berjudul”Lompatan Besar ke Depan” pada tahun 1956 telah mengorbankan banyak hal terutama kemampuan pertanian masyarakat China.
Hal ini berdampak pada hancurnya sektor pertanian serta gagalnya usaha industrialisasi. Hal ini terjadi karena banyak sekali kerugian-kerugian fatal terjadi hanya karena untuk memproduksi satu bahan industri saja yaitu Besi. Kemudian Uni Soviet merupakan negara pertama kali yang berhasil memformulasikan suatu perjuangan revolusioner serta ideologi komunis dalam sistem pemerintahnya.
Sedangkan China merupakan hasil dari keberhasilan gerakan komunis di Rusia namun pada akhirnya ia dikhianati oleh induknya sendiri. Efek dari perang Soviet-China ternyata terasa hingga keseluruh dunia bahkan banyak kasus-kasus perpecahan dalam tubuh partai komunis dalam satu negara hingga konflik berskala internasional dihubungkan dengan permasalahan ini. Contoh nyata dari konflik pengaruh antara dua raksasa Komunis ini terasa di Afrika dan Asia.
Albania, yang merupakan negara komunis anggota Pakta Warsawa akhirnya melepaskan keanggotaannya pada tahun 1968 setelah terjadi pertemuan bilateral antara Enver Hoxha dengan Mao Zedong.
Perang Vietnam –Kamboja(1976-1985) juga dianggap sebagai bagian dari pertarungan jarak jauh dimana China mensuport Khmer Merah sedangkan Uni Soviet mensupport negara Republik Sosialis Vietnam. Bahkan dampak dari serangan ini adalah Invasi China ke Vietnam pada tahun 1979.
M
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar !!