Saturday 27 October 2012

Ayo Berani Mengambil Risiko!

Percaya, deh, tidak ada orang yang tidak punya masalah. Pada kajian psikologi, masalah “diciptakan” untuk kenaikan tingkat.
Mengambil risiko untuk mencari penyelesaian


“Tuntutan dan kebutuhan untuk menuntut ilmu, tuntutan dan kebutuhan untuk bersosialisasi, tuntutan dan kebutuhan untuk bekerja, tuntutan dan kebutuhan untuk menikah dan berkeluarga, adalah sebagian kecil dari ujian yang menimbulkan masalah dalam upaya penyelesaiannya,” terang Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis EFT (emotional freedom technique) di biro psikologi Westaria (www.usbwestaria.com).

Penyelesaian atau mencari jalan keluar, ini sikap paling tepat dalam menghadapi masalah dan ujian apapun. Menunda, bersembunyi, apalagi melarikan diri, sama sekali bukan solusi. Pepatah menyebutkan, gagal satu kali, harus mau mencoba lagi sampai 1.000 kali. “Jangan pernah mengumpulkan dan membawa puing-puing kegagalan yang hanya akan menghalangi kita dalam menuntaskan masalah apa pun,” anjurnya.

Masalahnya, berapa banyak dari kita yang kemudian mau belajar dari kesalahan dan kegagalan, dan tetap maju sampai terselesaikannya satu masalah dan masalah yang lainnya? Tidak banyak di antara kita yang berani atau memberanikan diri hanya karena takut mengambil risiko -- risiko malu, risiko lelah, risiko kehilangan, dan lain-lain, terutama risiko gagal.

“Dan lebih banyak lagi orang yang skeptis dengan berkata 'belum rezeki', 'Tuhan tidak adil', 'saya memang pecundang'. Atau merutuki keberhasilan orang lain, dengan melemparkan anggapan 'dia berhasil karena curang', 'pandai menjilat', 'pakai sogokan', dan lain-lain, ketimbang mengambil risiko dan mencoba lagi sampai berhasil (terselesaikan masalah),” papar Anggia.

Mengambil risiko disertai “management risk”

Tentu saja, mengambil risiko berarti berisiko. “Namun, tidak bertindak karena menghindari risiko, adalah keputusan yang sangat berisiko,” sergah Anggia sembari menambahkan, menyerah pada keadaan -- saat perekonomian semakin pelik, semakin banyak orang pandai, biaya hidup meninggi, dan segala sesuatu diperbandingkan -- bukan solusi!

“Tidak ada pilihan lain kecuali berani mengambil risiko, tapi lakukan dengan disertai management risk, sehingga dalam pengambilan risiko tidak 'terjun bebas',” imbuhnya.

Butir-butirnya seperti berikut ini:

Niatkan segala sesuatunya hanya kepada Tuhan, dengan tujuan yang baik, yakni untuk ibadah atau agar bisa lebih banyak memberi, dan lain sebagainya.
Membuat perencanaan itu mudah. Membuat perencanaan yang baik dan matang, itu memerlukan pengetahuan dan wawasan. Banyaklah belajar.
Well plan is good. Action is great! Berani berbuat, merealisasikan apa yang telah direncanakan, bukanlah perkara mudah. Negeri kita ini bahkan tidak kekurangan orang-orang pintar, namun tidak banyak yang cukup cerdas, tangguh, dan punya keberanian untuk mengambil tindakan. Dalam bertindak itulah, kita melatih diri untuk mengerti tuntunan Tuhan, agar kita lebih besar dan lebih kuat daripada semua masalah dan risiko itu sendiri.
Memperhitungkan risiko dan berani mempertanggungjawabkan risiko hanya dapat dilakukan oleh pejuang sejati. Bukan saatnya mencari alasan, apalagi kambing hitam.
Mensyukuri semua hasil yang didapat. Percayalah, itu yang terbaik yang Tuhan berikan untuk kita.
Jika rencana A tidak atau belum berhasil, ingatlah alfabet masih punya 25 huruf lagi. Jadi jangan menyerah, buatlah rencana dengan lebih baik lagi.
Syukuri setiap langkah. Nikmati setiap proses. Semua adalah pembelajaran. Apa pun hasilnya, itu yang terbaik


sumber

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Tinggalkan Komentar !!